X5shz4aTNkOxOgSqfJsdczLtDoEY02WZt1PBqrhc

Biografi Low Tuck Kwong, Pemilik Perusahaan Batu Bara Bayan Resources

Biografi Low Tuck Kwong, Pemilik Perusahaan Batu Bara Bayan Resources

Biografi Low Tuck Kwong, Pemilik Perusahaan Batu Bara Bayan Resources

Pada pertemuan kali ini kami akan memulai pembahasan dengan pembahasan yang ringan seputar Biografi dan Profil Dato Sri Tahir. Namun sebelum itu. Saya ingin memberitahukan bahwa kami sebelumnya pernah membahas hal yang serupa tapi tak kalah menarik, yakni pembahasan seputar Biografi dan Profil Dato Sri Tahir yang sudah bisa anda temukan pada link yang tersedia. Click! untuk kali ini kami akan menyambung pembahasan mengenai Pemilik Perusahaan Batu Bara Bayan Resources, Biografi Low Tuck Kwong yang mungkin sudah anda nanti nantikan.

Low Tuck Kwong lahir pada 17 April 1948 di Singapura. Ayahnya, David Low Nyi Ngo, adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konstruksi di Singapura. Low Tuck Kwong sedang belajar untuk Diploma Teknik Sipil di Institut Jepang. Setelah lulus, ia mulai bekerja di perusahaan ayahnya.

Pada tahun 1972, Liu Deguang pindah ke Indonesia untuk bekerja. Setahun kemudian, ia mendirikan PT Jaya Sumpiles Indonesia (JSI), sebuah perusahaan konstruksi yang mengkhususkan diri dalam pekerjaan umum, struktur bawah tanah dan bawah air. Dari pertengahan 1980-an hingga 1990-an, JSI dengan cepat menjadi pelopor domestik terkemuka dalam konstruksi pondasi tiang pancang kompleks, dan perusahaan terus berkembang, sehingga Liu Deguang memutuskan untuk mengubah kewarganegaraannya menjadi warga negara Indonesia pada tahun 1992.

Ketika Low Tuck Kwong mengakuisisi PT, JSI mulai terjun ke tambang batu bara kontrak. Gunungbayan Pratamacoal (GBP) dan pada tahun 1998 PT Dermaga Perkasa Pratama (DPP). Saat itu, kapasitas produksi batu bara JSI adalah 2,5 juta ton per tahun. Low Tuck Kwong sejak itu mendirikan perusahaan induk bernama PT Bayan Resources atau Bayan Group untuk mengelola anak perusahaan yang berhasil diakuisisi. Pada tahun 2008, PT Bayan Resources memasuki bursa efek Indonesia dengan simbol ticker BYAN.

Akibat perang antara Ukraina dan Rusia, harga batu bara dunia telah naik di atas $400 per ton. Situasi ini tentu akan mendorong uang untuk beberapa pemain batu bara di tanah air, salah satunya Low Tak Kwong.

Pada Februari 2022, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus $3,83 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Salah satu pilar pertumbuhan adalah pertumbuhan ekspor. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia tumbuh 6,73 persen menjadi $20,46 miliar pada Februari 2022. Peningkatan terbesar terjadi pada pertambangan dan produk lainnya, yang tumbuh sebesar 65,8%, didorong oleh peningkatan ekspor batu bara. 

Sementara itu, konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran tentang pasokan energi global, karena Rusia adalah salah satu produsen batu bara terbesar di dunia. Kabar terbaru, negara-negara anggota UE telah sepakat untuk menghentikan impor batu bara dari Rusia mulai pertengahan Agustus 2022. Namun, juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov masih memiliki minat pada batubara. 

Salah satu pemain batu bara yang sudah lama malang melintang di Indonesia adalah Bayan Resources. Low Tuck Kwong sebagai pemilik perusahaan ini terkena durian runtuh sejak berhasil menjalankan tambang batu bara di Kalimantan Timur dan Selatan sejak 1988.

Hingga 2021, Forbes mencatat nama pengusaha batu bara ini sebagai orang terkaya nomor 18 di Indonesia. Melansir laman Forbes, Low Tuck Kwong memiliki kekayaan sebanyak US$ 3,6 miliar atau setara Rp 50,4 triliun (kurs Rp 14.000) per 17 Maret 2022.

Bermigrasi dari Singapura

Sebelum dikenal sebagai pengusaha batu bara, Low Tak Kwong belajar bisnis pada usia 20 tahun di sebuah perusahaan konstruksi milik ayahnya, David Low Yi Ngo. Kwong sendiri adalah warga negara Singapura yang lahir pada 17 April 1948.

Setelah empat tahun berpuas diri dengan ilmu yang didapat dari perusahaan ayahnya, pada tahun 1972 Low Tack mencoba peruntungan di bidang bisnis yang sama namun di negara tetangga, Indonesia. Saat itu angin penanaman modal asing di Indonesia sedang berhembus kencang, ketika presiden pertama Indonesia, Soekarno, lengser.

Melansir informasi dari situs resmi Bayan Group, perusahaan pertama milik Low Tak Kung bernama PT Jaya Sumpiles Indonesia (JSI). Perusahaan Didirikan pada tahun 1973 dan bergerak dalam bidang kontraktor pekerjaan tanah, pekerjaan umum dan struktur kelautan. Terlepas dari pengalaman mereka di bisnis konstruksi, hal itu seharusnya tidak melunakkan kesuksesan JSI. Untuk itu, Low Tack mulai mencoba mengembangkan usahanya dengan mengakuisisi kontrak batu bara pada tahun 1988.

Setelah tinggal di Indonesia selama 20 tahun, Low Tak Kung akhirnya berganti kewarganegaraan dan resmi menjadi warga negara Indonesia atau WNI pada tahun 1992. Lima tahun kemudian, pada November 1997, keputusan ekspansi bisnis Low Tak Kung membuahkan hasil.

Bayan Resources telah mengakuisisi PT Gunungbayan Pratamacoal (GBP), penambang batubara terkemuka. Setahun kemudian, Low Tak Kung mengoperasikan terminal batubara di Balikpapan, Kalimantan Timur melalui PT Dermaga Perkasapratama.

Bayan Resources saat ini memiliki lima kontrak batubara (Kontrak Karya Batubara (PKB) dan 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 126 ribu hektare di Kalimantan Timur dan Selatan. Menurut situs resmi perusahaan, penawaran tersebut terbagi dalam empat proyek penambangan aktif.

Hingga kuartal III 2021, Bayan Resources telah memproduksi 27,3 juta metrik ton. Batubara kemudian dijual ke banyak negara di Asia, namun pembeli terbesar adalah Filipina, yang membeli 28% batubara Bayan. Kedua, China membeli 17 persen batubara Bayan, Korea 14 persen, pasar domestik 11 persen, India dan Malaysia 10 persen, dan sisanya 10 persen ke negara lain. 

Dalam catatan Katadata, Bayan Resources bisa menjadi pemain besar di industri batubara, karena perbedaan positif dari Bayan coal yang disebut Tabang. Dalam paparan publik tahun 2021 perusahaan, Wood Mackenzie's menyebutkan harga emisi CO2 batubara di Tabang adalah yang terendah dari semua batubara termal. Juga, seperti arang panas di atas laut diambil dari laut, biaya produksi untuk menambang batu bara Tabang sangat murah di pasaran.

Berbekal dua fitur unik tersebut, Bayan Resources berharap dapat terus beroperasi meski isu konversi ke energi baru masih mengemuka. “Kami berharap batubara Tabang salah satunya Orang terakhir yang berdiri Itu dipertimbangkan di sektor batubara termal Industri matahari terbenam Bayan Resource Management mengatakan dalam sebuah pernyataan publik. 

Sebagai pendiri Bayan Resources, Low Tak Kung menjabat sebagai presiden dan direktur perusahaan sejak 10 Januari 2018. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Presiden Komisaris Perseroan dari tahun 2008 hingga 2018 dan sebagai anggota Komite Tata Kelola Perusahaan dari 2009 hingga 2013.

Sementara itu, putranya Lou Yi Ngo menjabat sebagai direktur penjualan dan pemasaran Bian Resources sejak 2006. Diketahui dari situs resmi Bayan Resources, pria kaya berusia 73 tahun itu meraih gelar doktor Honoris Causa (HC). Pada tahun 2012, beliau menerima Diploma Teknik Sipil dari Japan Institute of Notre Dame, Dadiangas University of the Philippines.

Tidak hanya menghasilkan uang dari bisnis batu bara Forbes Ia juga mencatat, setidaknya ada tiga perusahaan lain yang dikelola investor asal Singapura ini. pertama, Low Tuck Kwong mengendalikan sebuah perusahaan pelayaran bernama Manhattan Resources di Singapura. Perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Singapura (Singapore Exchange/SGX).

Kedua, nama Low Tech berada di balik bisnis SEAX Global yang membangun sistem internet kabel bawah air. Sistem tersebut dapat menjembatani hubungan antara Singapura, Indonesia dan Malaysia.

Ketiga, Low Tak Kwong juga memiliki saham di Farrar Park Company, Samindo Resources dan Voxel Electric. Farrer Park Company adalah perusahaan kesehatan dan perhotelan swasta di Singapura.

Selain itu, Voxel Electric merupakan penyedia fiber optic dengan kode saham VOKS. Emiten VOKS telah tercatat di Bursa Efek Indonesia atau BEI sejak 20 Desember 1990, dengan kapitalisasi pasar saat ini sebesar Rp 700 miliar. Sebanyak 7,9% saham VOKS dikuasai oleh Low Tak Kung. 

Tak hanya itu, Low Tack memiliki 14,18% saham di Samindo Resources Company yang bergerak di bidang pertambangan batu bara. Perusahaan dengan kode emiten MYOH ini berdiri sejak 27 Juli 2000 dan kini nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 4 triliun. 

Dua hari lalu, taipan itu membeli 198,7 juta saham perusahaannya dengan harga pelaksanaan Rp 6.488, atau terpaut Rp 41.275 dari harga pasar. Dalam transaksi pada 15 Maret 2022, kepemilikan Low Tak Kung di Bayan Resources meningkat dari 1,84 miliar saham atau 55,2% menjadi 2,03 miliar saham atau 61,18%.

Demikian informasi yang diberikan mengenai Biografi Low Tuck Kwong. Semoga informasi yang diberikan bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan data Anda.

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar